TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menanggapi Bank Dunia atau World Bank yang merevisi standar garis kemiskinan. Menurut dia, garis kemiskinan yang direvisi Bank Dunia lebih realistis dari pada di Indonesia.
“Indonesia ini menganut garis kemiskinan yang relatif sangat rendah Rp 500 ribu per bulan perkapita itu dikategorikan orang miskin,” ujar dia melalui sambungan telepon Sabtu malam, 1 Oktober 2022.
Menurut dia, garis kemiskinan seharusnya disesuaikan dengan variabel inflasi dan berbagai variabel lainnya. Bhima menjelaskan terlihat jumlah orang miskin bertambah cukup signifikan jika menggunakan standar Bank Dunia karena metodologi yang digunakan berbeda.
Namun, Bhima berujar, standar Bank Dunia bisa menjadi perbandingan bahwa jumlah orang miskin yang meningkat karena pandemi dan inflasi ini. Sehingga bisa ditangani, terutama yang nir-poor, yakni bukan orang miskin tapi masuk kategori kelas menengah rentan.
“Ya itu harus diproteksi. Sejauh ini belum banyak diproteksi oleh pemerintah misalnya bantuan subsidi upah fokusnya ke pekerja formal, satu lagi bansos kompensasi BBM itu juga relatif hanya menyentuh orang yang sudah miskin,” ucap Bhima. “Yang rentan miskin enggak dapat, enggak masuk dalam data based.”
Bhima melihat kemungkinan pemerintah Indonesia tidak akan melakukan penyesuaian standar garis kemiskinan dan tetap konsisten dengan data dari Badan Pusat Statisik (BPS). “Enggak ada (pengaruh ke data primer), dari dulu gitu. Ya enggak apa-apa lah,” tutur Bhima.
Bank Dunia dalam laporan terbarunya mengubah standar garis kemiskinan yang mengacu pada aturan purchasing power parities (PPP) 2017, menggantikan PPP 2011. Pasalnya, Bank Dunia melihat kenaikan garis kemiskinan di berbagai negara.
Selanjutnya: Rumus Standar Miskin Ala Bank Dunia
Dengan adanya perubahan tersebut, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan ekstrim menjadi US$ 2,15 atau setara Rp 32.757,4 (dengan acuan kurs Rp 15.236 per dolar AS) per orang per hari pada PPP 2017. Standar tersebut naik dibandingkan PPP 2011, yaitu sebesar US$ 1,9 atau Rp 28.984,4 per orang per hari.